Halaman
Depan
Fakta
->Cerita
Foto-foto
Pencegahan
Persiapan Diri
Keluarga Bibliografi
Kata Mutiara
Links
Network
Download Ringkasan
Terbaru Kini
Hak Cipta ©
Copyright 2009 Bayi-Anencephaly.info |
Edisi : Selasa, 20 Januari 2009 , Hal.1
Bayi tanpa tempurung kepala itu menunggu keajaiban Tuhan
Bayi itu lahir saat jarum jam menunjukkan pukul 14.00 WIB,
Sabtu (17/1). Suranto, 43, ayah bayi itu sebelumnya menanti penuh
gusar di ruang
operasi RSUD Dr Moewardi Solo. Isterinya yang bernama Parti Musnaini,
saat itu tengah menjalani operasi caesar.
Bapak yang telah dikaruniai tujuh putera itu hanya bisa pasrah
begitu mengetahui kondisi bayi laki-laki yang dilahirkan melalui
caesar itu. "Anak ke delapan saya lahir tanpa tempurung kepala. Saya
hanya bisa pasrah. Dokter bilang usia anak saya tak akan bertahan
hingga dua hari," ujar pria yang sehari-hari bekerja sebagai sopir
Angkot di Mojosongo itu ketika ditemui Espos, di Kamar Bayi Risiko
Tinggi (KBRT) RSUD Dr Moewardi Solo, Senin (19/1).
Di balik kaca inkubasi, hingga hari ketiga kelahirannya, bayi
malang itu masih menghirup udara. Tubuh mungilnya masih diselimuti
kain. Dari
mulutnya, terdapat selang. Sementara, kepalanya yang tak dilindungi
tengkorak, hanya berbalut perban.
Bagian kening hingga belakang kepala bayi itu terlihat seperti
bola kempes sehingga hanya bagian muka dan alis bayi yang terlihat.
"Kepalanya sangat sensitif dan tak boleh kontak
langsung dengan angin. Kalau terkena angin, dia akan terbangun,"
ujar salah satu perawat penuh iba. Bayi itu menderita anencephaly,
suatu kondisi di mana bayi tak memiliki tempurung kepala.
Kepala Humas RSUD Moewardi Solo, Mulyati saat dikonfirmasi
membenarkan keberadaan bayi yang terlahir tanpa tempurung kepala
itu. Saat ini, kata Mulyati, bayi yang memiliki berat 2,2
kilogram tersebut tengah dalam perawatan intensif di RSUD Dr
Moewardi.Menurutnya, jika bayi bisa terus lama bertahan
hidup, kemungkinan besar bayi tersebut akan menjalani operasi di
bagian kepala yang tak
memiliki tempurung itu. "Bayi itu dalam penanganan
dr Fadilah. Kami berharap, kondisi bayi tersebut sehat saja. Ibu
bayi telah sehat, meski kelahirannya dengan caesar,"
terangnya.Suranto, ayah si bayi tak bisa menebak hingga kapan
anaknya bisa bertahan hidup.
Dia dan isterinya hanya bisa menunggu keajaiban Tuhan. "Kalau
memang anak saya harus diambil kembali Tuhan, kami hanya bisa
pasrah. Tapi, kalau masih diperkenankan hidup, akan saya sayangi
sebagaimana anak-anak saya lainnya yang normal," ujar dia
terbata-bata.Warga RT 04/RW XXXI Mojosongo ini menjelaskan ketika isterinya
melahirkan putera ke delapannya itu, sebenarnya usia kandungan
isterinya
baru tujuh bulan. Pada hari Sabtu lalu, isterinya yang sehari-hari
bekerja sebagai juru masak serabutan itu merasa sakit di bagian
perut. Dia pun langsung membawa isterinya ke RSUD Dr Moewardi Solo.
"Setelah diperiksa, ternyata dokter mengatakan isteri saya harus
dioperasi caesar," kenangnya. Kini Suranto dan isterinya
tinggal menunggu keajaiban Tuhan.
Sumber: Inovasi Online &
www.mer-c.org - Oleh : Aries Susanto
Edisi : Rabu, 21
Januari 2009 , Hal.1
Bayi tanpa tempurung kepala akhirnya diberi nama
”Saya kangen, ingin melihat dan memeluk Ilham...”
Tanda-tanda kehidupan itu masih ada. Dari irama napas dan bening
bola matanya, bayi mungil yang lahir tanpa tempurung kepala itu
seolah ingin dipeluk ibunya.
”Saya kangen,
ingin melihat dan memeluk anak saya,” ujar Parti Musnaini, 41,
ibunda bayi, ketika ditemui Espos, di RSUD Dr Moewardi, Selasa
(20/1). Dia sempat melihat buah hatinya sesaat setelah operasi
caesar usai. Itupun tak lama hanya berlangsung beberapa menit,
karena buah hatinya itu langsung dibawa dan dirawat di Kamar Bayi
Risiko Tinggi (KBRT) RSUD Dr Moewardi. Sejak saat itu dia belum
pernah melihat buah hatinya kembali, karena dia juga masih menjalani
pemulihan pascaoperasi.
Seperti diberitakan SOLOPOS, Selasa, bayi berjenis kelamin laki-laki
pasangan Suranto-Parti Musnaini, warga RT 04/RW XXXI Mojosongo,
Solo, lahir Sabtu (17/1) melalui operasi caesar. Bayi seberat 2,2
kilogram itu tidak memiliki tempurung kepala.Hari Selasa siang itu, Parti masih terbaring lemah di bangsal
penyakit kandungan RSUD Dr Moewardi Solo. Ibu yang kini memiliki
delapan anak itu tak menyangka jika niatnya untuk membantu beban
hidup suami, ternyata malah berakhir pilu.
”Saya bekerja untuk membantu suami saya. Anak kami banyak, sementara
pendapatan suami saya sebagai sopir tak pasti,” kisah Parti yang
bekerja sebagai juru masak serabutan.
Meski demikian, Parti seolah pasrah kepada kehendak-Nya. Dengan
penuh keyakinan, dia pun menyematkan nama putera kedelapannya itu
dengan nama Ilham, yang berarti bisikan hati.Salah satu dokter yang merawat Ilham, dr Dwi Hidayah, mengungkapkan,
kondisi bayi itu masih normal. Selain irama napas yang masih normal,
bayi itu juga masih bisa menangis dan minum. ”Namun, hanya itu yang
bisa kami lakukan, yakni mempertahankan aktivitas hidup dasarnya,”
ujar dr Dwi.Hingga empat hari usianya, Ilham masih berada di kaca inkubator.
Dari salah satu bola mata kanannya, sempat terlihat darah yang
menggenang. Meski demikian, kata Dwi, kondisi kesehatan bayi itu
masih sehat dan tak ada tanda-tanda memburuk hingga saat ini.
”Namun, kami tak tahu sampai kapan kondisinya seperti ini. Dengan
volume otak yang sangat kecil itu, harapan hidup bayi memang sangat
kecil,” lanjutnya.
Ada banyak hal yang membuat harapan hidup bayi itu kian tipis. Dia
antaranya, karena bayi itu tak memiliki separuh lebih tempurung
kepala hingga membuat volume otaknya kecil.
”Diameter kepala bayi ini hanya 25 sentimeter, ukuran normalnya
yakni 35 sentimeter. Padahal, ketahanan hidup bayi itu sangat
tergantung dari otaknya,” ungkapnya.Faktor lain yang mungkin tak terbantahkan ialah karena sepanjang
sejarah di RSUD Dr Moewardi Solo tak pernah ditemukan satupun bayi
yang tertolong hidupnya ketika menderita kelainan anencephaly.
Menurut Dwi, mempertahankan bayi penderita anencephaly, sama halnya
memberi tawaran kepada orang yang berani mendonorkan otak. ”Kalau
donor mata, banyak. Tapi kalau otak?” tanyanya.
Ada sejumlah faktor yang menyebabkan anencephaly. Selain faktor
genetik, kata Hidayah, anencephaly juga bisa disebabkan karena
radiasi, kekurangan nutrisi, serta faktor kehamilan di usia yang
rentan berisiko tinggi, yakni hamil di atas usia 35 tahun. ”Kalau
melihat ibu bayi yang berusia di atas 41 tahun, ada kemungkinan ke
arah sana. Makanya, bagi kaum ibu kalau bisa hindari hamil pada usia
di atas 35 tahun,” ujarnya.
Suranto, 43, ayah bayi mengatakan hingga kini pihaknya belum tahu
biaya perawatan bayi dan operasi caesar yang mencapai jutaan rupiah.
Dia mengatakan dirinya tak terdaftar sebagai peserta Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat Solo (PKMS) lantaran kartu Askeskin yang dulu dimilikinya
telah kedaluwarsa. ”Saya belum sempat ngurus.”Kepala Humas RSUD Dr Moewardi, Mulyati, mengatakan pihaknya telah
meminta orangtua bayi untuk mengurus surat keterangan tidak mampu.Terpisah, Wakil Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo memastikan Pemkot
akan mengupayakan bantuan biaya pengobatan.
Dia menambahkan, pihaknya segera meminta Dinas Kesehatan Kota (DKK)
Solo untuk mengecek langsung ke lapangan. Pengecekan tersebut, kata
dia, sekaligus untuk memastikan jenis bantuan apa yang bisa
diberikan.
Kondisi bayi penderita anencephaly
-Hingga hari keempat kelahirannya, kondisi bayi tanpa tempurung
kepala, normal tak ada tanda-tanda memburuk. Hal ini ditunjukkan
dari irama napas, bayi masih bisa menangis dan minum.
-Volume otak sangat kecil. Diameter kepala bayi ini hanya 25
sentimeter padahal ukuran normalnya yakni 35 sentimeter.
-Penyebab anencephaly. Selain faktor genetik, juga bisa
disebabkan karena radiasi, kekurangan nutrisi, serta faktor
kehamilan di usia yang rentan berisiko tinggi, yakni hamil di atas
usia 35 tahun. Pada kasus bayi Ilham diduga ibu bayi yang berusia di
atas 41 tahun, menjadi salah satu faktor penyebab anencephaly.
Sumber:
Wawancara tim dokter - Oleh : Aries Susanto, Tika Sekar Arum
BERITA KOTA_SOLO
22-Januari-2009 20:27
Bayi tanpa tempurung kepala akhirnya
meninggal
Solo (Espos)--Ilham,
bayi yang lahir tanpa tempurung kepala itu akhirnya
menghembuskan nafas terakhirnya pada Selasa (20/1) malam
pukul 23.00 WIB.
"Napasnya berhembus panjang. Setelah itu diam panjang. Tak
seberapa lama, napasnya tak terlihat lagi," ujar Kepala
Humas RSUD Dr Moewardi Solo, Mulyati kepada Espos,
Kamis (22/1).
Sungguh, kematian Ilham telah meninggalkan kenangan mendalam
bagi kedua orangtuanya. Mendengar kabar kematian Ilham,
ibunda bayi itu, Parti Musnaini, seketika tensi darahnya
naik dan langsung mendapatkan perawatan intensif di bangsal
kandungan RSUD Dr Moewardi.
Duka Parti kian tak terperikan ketika di ujung kepergian
putera bungsunya itu, dirinya tetap tak diizinkan melihat
Ilham dengan alasan kesehatannya yang belum normal.
"Padahal, saya ingin sekali melihat dan memeluk Ilham. Namun,
tetap tak diperbolehkan dokter," kata Parti dengan air mata
yang masih menggenang.
Suranto, suami Parti mengaku ikhlas atas kepergian anak
bungsunya itu untuk selamanya.
Oleh: Aries Susanto |
<< Kembali |